THE DIFFERENCES BETWEEN JAPANESE CULTURE AND 

INDONESIAN CULTURE

 

DETTY MULYANI ASTERINA

95120005

 

CROSS CULTURAL UNDERSTANDING

 

 

Introduction

Budaya adalah kristalisasi nilai dan pola hidup yang dianut suatu komunitas. Budaya tiap komunitas tumbuh dan berkembang secara unik, karena perbedaan pola hidup komunitas itu. Perbandingan budaya Jepang dan Indonesia berarti mencari nilai-nilai kesamaan dan perbedaan antara bangsa Indonesia dan bangsa Jepang. Dengan mengenali persamaan dan perbedaan kedua budaya itu, kita akan semakin dapat memahami keanekaragaman pola hidup yang ada, yang akan bermanfaat saat berkomunikasi dan berinteraksi dengan pihak yang berasal dari budaya yang berbeda.

Sebagai Negara maju, Jepang seringkali menjadi lokasi dalam menyelenggarakan pelatihan, menyediakan lapangan pekerjaan dan juga tempat menimba ilmu bagi pelajar dan mahasiswa, Oleh karena itu. masyarakat Jepang banyak menerima para siswa pelatihan, pekerja, serta mahasiswa. Namun ketika berada di Jepang, terdapat banyak perbedaan dan kebiasaan pribadi, baik agama maupun perbedaan dalam berkomunikasi sehingga sering menimbulkan masalah karena cara hidup dan pola pikiran orang asing tidak sejalan dengan masyarakat Jepang sehingga dapat merugikan pihak tertentu.

Kesulitan utama dalam membuat perbandingan budaya antara Indonesia dan Jepang disebabkan perbedaan karakteristik kedua bangsa tersebut. Bangsa Jepang berciri homogen dan telah memiliki sejarah yang jauh lebih panjang, sehingga nilai-nilai budaya itu lebih mengkristal. Dan bangsa Indonesia berciri heterogen, multi etnik, memiliki lebihdari 700 bahasa, sehingga tidak mudah untuk mencari serpih-serpih budaya yang mewakili Indonesia secara nasional. Perlu dipisahkan nilai-nilai mana yang diterima secara nasional di Indonesia, dan mana yang merupakan karakter unik salah satu suku yang ada.

Permasalahan yang muncul akibat perbedaan budaya antara Jepang dan Indonesia sangat kompleks, namun permasalahan  yang cukup signifikan adalah perbedaan dalam hal berkomunikasi baik secara verbal maupun non verbal, karena mengusai bahasa tanpa pengetahuan dan pemahaman budaya, sama dengan mempunyai senjata tetapi tidak bisa menggunakan senjata tersebut dengan baik dan benar.

Menurut Birwhistell (1970) dalam komunikasi yang dilakukan oleh 2 orang, 30% merupakan komunikasi verbal, 65 % sisanya adalah komunikasi nonverbal [1] . Sedangkan Mehrabian (1986) tingkatan dari seluruh pesan yang terkandung dalam ungkapan dan sikap, 7% adalah bahasa, 38% adalah intonasi, 55% adalah raut wajah[2] . Melihat hal tersebut peranan dari nonverbal dalam sebuah komunikasi adalah sangat penting. Yang termasuk dalam nonverbal communication menurut Knap (1972) adalah: 1. Raut wajah, gerakan mata, gerakan tangan, gerakan tubuh, penampilan dan lain-lain yang berhubungan dengan badan. 2. Bentuk badan, rambut, kulit. 3. Gerakan-gerakan, sentuhan, pukulan dan lain-lain. 4. Intonasi, suara tawa, suara tangis, batuk dan lain-lain. 5. Ruang kosong, jarak bicara, jarak sentuh. 6. Kosmetik, pakaian, dan barang bawaan lainnya. 7. Furniture, suhu udara, dan keadaan lingkungan[3] . Sedangkan Masayuki Sano (1996) menyebutkan bahwa yang termasuk dalam nonverbal communication adalah: 1. Gerakan (mata, gesture, raut wajah, perawakan) 2. Jarak 3. Penampilan 4. Suara 5. Kulit 6. Bau[4] .

            Apabila yang berkomunikasi berasal dari budaya yang berbeda, dengan mengacu pada teori diatas tidak hanya komunikasi verbal saja tetapi juga perlu adanya pengetahuan dan pemahaman terhadap komunikasi nonverbal. Begitu juga dengan komunikasi yang terjadi antara orang Indonesia dengan orang Jepang[5].

 

Discussion

Perbedaan Budaya Jepang dan Indonesia

1.    Orang Indonesia mudah bicara dengan orang yang tidak dikenal, sementara orang Jepang sulit atau tidak biasa berbicara dengan orang yang tidak dikenal.

                   Di Indonesia, orang-orang dengan sangat mudah berkenalan kemudian menjadi teman akrab, di Jepang perkenalan harus melalui perkenalan secara resmi dan dikenalkan oleh orang lain, dan pada pertemuan berikutnya belum tentu orang-orang yang dikenalkan akan berteman. Di dalam bergaul dengan teman sekelas, di Jepang membutuhkan waktu lama seseorang dapat berteman, pertemanan tidak dapat dilakukan secara alami tetapi harus diusahakan dan dibuat bahkan teman satu kelas pun belum tentu semua saling kenal, berbeda dengan Indonesia, pertemanan sangat mudah dijalin secara alami. Di dalam adab bertamu pun sangat beerbeda, di Jepang harus ada undangan khusus berupa makan malam atau undangan minum yang menandakan keluarga di rumah tersebut tidak keberatan dan mempersilahkan orang lain mengunjungi rumah mereka, berbeda dengan di Indonesia, kita dapat berkunjung ke rumah teman atau keluarha kapan pun.

 

2.    Respon saat orang lain sedang berbicara

Di Jepang menimpali pembicaraan orang lain merupakan hal yang sangat penting, karena hal tersebut menandakan yang bersangkutan mendengarkan apa yang dibicarakan oleh lawan bicara. Apabila ada yang sedang bicara dan yang mendengarkan tidak menimpali dengan kata-kata aizuchi maka orang yang sedang berbicara akan menganggap "lawan bicara tidak mendengarkan" atau "lawan bicara tidak mengerti isi pembicaraan" dan sehingga ada yang mengulangi pembicaraannya lagi, berbeda dengan di Indonesia, menimpali orang yang sedang berbicara atau menjelaskan sesuatu ketika belum selesai akan dianggap kurang sopan.

 

3.    Kebiasaan meminta maaf, berterima kasih, dan memuji orang lain

                   Orang Jepang merupakan masyarakat yang dengan mudah mengucapkan ungkapan terima kasih, permintaan maaf, maupun memuji orang lain. Ucapan terima kasih dan permintaan maaf minimal diucapkan lebih dari dua kali. Contohnya saat menerima oleh-oleh dari orang lain, pasti akan mengucapkan terima kasih tidak hanya sekali, bahkan tidak sedikit orang yang mengucapkannya berkali-kali. Saat ketemu lagi di lain kesempatan akan mengucapkan terima kasih kembali. Orang Jepang mudah sekali memuji orang lain. Hal ini dilakukan untuk menghormati orang lain, juga memuji sekaligus menghargai orang lain yang telah berusaha. Sudah tentu untuk membuat lebih baik, selalu ada orang yang memberikan masukan maupun kritikan. Tetapi sebelum mengucapkan hal tersebut pasti selalu diikuti dengan pujian terlebih dahulu. Berkaitan dengan makanan orang Jepang pasti akan segera mengucapkan "enak", "lezat". Sisi positifnya adalah pembuat makanan akan merasa senang, dan bersyukur karena masakannya dibilang enak. Sisi negatifnya adalah bahwa apakah benar para pelanggan atau orang yang makan masakan tadi benar-benar merasa bahwa masakannya enak? Oleh karena itu, orang Indonesia yang berkomunikasi dengan orang Jepang, banyak yang belum bisa melakukan tiga hal tersebut, (berterima kasih, minta maaf, memuji). Dan kemungkinan berikutnya adalah akan mengatakan segala sesuatu apa adanya, seperti rasa masakan yang tidak enak akan melukai perasaan orang Jepang.

 

4.    Kontak mata (eye contact)

                   Kebanyakan orang Jepang pada umumnya berbicara dengan tidak memandang mata lawan bicara, atau memandang ke arah lain[6]. Berkaitan dengan perbedaan ini, orang-orang Indonesia yang datang di Jepang merasakan adanya perasaan yang tidak enak saat berbicara dengan orang Jepang yang tidak mau memandang atau pandangannya ke arah yang lain. Sedangkan di Indonesia, 60% orang berebicara menatap mata lawan bicaranya hal ini dilakukan karena apabila pembicara tidak memandang mata lawan bicara bisa diartikan " tidak begitu ingin berbicara dengan pendengar". Sebaliknya apabila pendengar tidak memandang pembicara, maka pembicara bisa menganggap bahwa pendengar "tidak mempedulikan atau tidak ingin mendengarkan pembicaraan pembicara[7]".

 

5.    Gesture

                   Contoh perbedaan gesture antara budaya Indonesia dan budaya Jepang diantaranya adalah gesture yang menunjuk pada kata atau berarti " saya", "uang", dan "makan". Ketika ingin mengungkapkan kata "saya" menggunakan gesture orang Jepang akan menunjuk hidungnya sendiri, sedangkan orang Indonesia menunjuk dada nya sendiri. Ketika ingin mengungkapkan kata "uang" orang Jepang akan membentuk lingkaran menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, orang Indonesia akan menggesek-gesekkan ibu jari dengan jari telunjuk dan jari tengah. Dan saat mengungkapkan kata "makan" karena orang Jepang terbiasa makan dengan sumpit maka dengan tangannya akan membentuk sumpit kemudian didekatkan ke mulut, sementara orang Indonesia yang karena pengaruh ada kebiasaan makan dengan tangan, akan membentuk tangannya seolah-olah mau makan dan didekatkan ke mulut[8] .

 

6.    Raut Muka

                   Setiap manusia memiliki perasaan sedih, gembira, marah dan lain sebagainya tetapi perasaan yang sama sekalipun cara menampilkan atau mengungapakan perasaan tersebut berbeda menurut budaya masing-masing[9]. Karena itu, buat orang yang berbeda budaya membaca raut muka merupakan hal yang sulit. Orang Jepang dikatakan tidak begitu bisa menampilkan raut wajah yang menggambarkan perasaan. Dan hal itulah yang menjadi penyebab sering terjadinya kesalahpahaman tentang orang Jepang di masyarakat dunia, sedangkan Indonesia terkenal dengan budaya yang ramah karena kebanyakan masyarakat di Indonesia murah senyum.

 

7.    Sentuhan

                   Orang Jepang tidak suka bersentuhan dengan lawan bicara  dalam bentuk memegang pundak, menarik tangan, dan bentuk interaksi yang lain, berbeda dengan di Indonesia yang sering menyentuh anggota tubuh orang lain di saat berbicara.

 

8.    Konsep Waktu

                   Konsep waktu yang ada dalam komunikasi antara budaya adalah "Waktu monokrinik" (monochronic time) bahwa pelaksanaan segala sesuat berdasarkan jadwal yang sudah dibuat, dan "Waktu Polikronik" (polychronic time) yang lebih. mementingkan hubungan manusia dan hal-hal lainnya dibandingkan dengan jadwal yang sudah ada. Jepang termasuk negara yang berpola pikir monochronic time, sedangkan Indonesia cenderung kepada polychronic time[10].

 

 

Conclusion and Suggestion

Dari hasil penelitian di atas perbedaan-perbedaan antara budaya Indonesia dan budaya Jepang terutama yang berhubungan dengan kebiasaan berkomunikasi, dan yang terkait dengan nonverbal communication adalah sebagai berikut.

  1. Orang Indonesia mudah bicara dengan orang yang tidak dikenal, sementara orang Jepang sulit atau tidak biasa berbicara dengan orang yang tidak dikenal.
  2.  Respon saat orang lain sedang berbicara, orang Indonesia tidak biasa menimpali orang lain yang sedang berbicara dengan kata-kata tertentu sedangkan orang Jepang menimpali pembicaraan orang lain dengan ucapan-ucapan tertentu yang disebut dengan aizuchi.
  3. Orang Jepang biasa meminta maaf, berterima kasih dan memuji, sedangkan orang Indonesia juga mengucapkan terima kasih dan minta maaf, dan memuji tetapi tidak sesering atau semudah yang dilakukan oleh orang Jepang pada umumnya.
  4. Orang Indonesia pada umumnya berbicara dengan 60 persen memandang mata lawan bicara, kebanyakan orang Jepang pada umumnya berbicara dengan tidak memandang mata lawan bicara, atau memandang ke arah lain.
  5. Ada perbedaan gesture antara budaya Indonesia dan budaya Jepang diantaranya adalah gesture yang menunjuk pada kata atau berarti " saya", "uang", dan "makan".
  6. Orang Indonesia dikatakan mempunyai raut wajah yang ceria, Jepang mempunyai aturan yang telah lama ada dalam bertingkah laku, dalam situasi "Umum" (kou) dan situasi "Saya" (shi atau watashi) , dimana pengungkapan perasaan raut muka dalam situasi umum sangat terbatas.
  7. Di Idonesia dengan orang yang baru dikenalpun tidak sedikit orang yang berbicara sambil menyentuh bagian tubuh orang lain, Orang yang berbudaya Jepang termasuk orang yang tidak biasa menyentuh bagian tubuh lawan bicara.
  8. Jepang termasuk negara yang berpola pikir monochronic time, sedangkan Indonesia cenderung kepada polychronic time.

 

Dari perbedaan perbedaan yang ada tersebut apabila ada ketidaktahuan atau ketidakpahaman dari salah satu pihak maupun kedua belah pihak hal-hal yang mungkin terjadi adalah adanya kesalahpahaman yang ringan, salah penilaian terhadap lawan bicara, salah penangkapan pesan, terjadi saling tidak menghormati, serta munculnya perasaan kesepian, ketakutan, risih, bingung, marah, rasa saling tidak percaya dan perasaan lain yang negatif yang efeknya bisa fatal apabila hal itu berhubungan dengan suatu bisnis atau hal yang besar. Untuk itu penelitian, pengetahuan dan pemahaman terhadap budaya Jepang bagi orang Indonesia atau sebaliknya, sangat dibutuhkan untuk memperlancar komunikasi sekaligus meminimalisai kesalahpahaman yang mungkin selama ini terjadi. Sekaligus hal ini juga ikut memelihara keberlangsungan hubungan antara Jepang dan Indonesia dalam segala bidang

      Perbandingan budaya antara Indonesia dan Jepang bermanfaat untuk mengetahui pola berfikir bangsa Indonesia dan bangsa Jepang. Salah satu kesulitan utamanya adalah perbedaan karakteristik kedua bangsa: bangsa Jepang relatif homogen, sedangkan bangsa Indonesia sangat heterogen. Karenanya, perbandingan akan lebih mudah jika difokuskan pada satu suku bangsa di Indonesia. Misalnya budaya Jepang dengan budaya Jawa Tengah, atau budaya Jepang dengan budaya Sunda. Hal ini menggiring kita pada pertanyaan berikutnya : apakah bangsa Indonesia memiliki budaya nasional ? Ataukah budaya nasional itu tidak lain adalah kumpulan dari warna-warni budaya suku bangsa kita ? Ini merupakan pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab, dan menarik untuk dianalisa lebih lanjut.

 

References

Agus Mulyanto (2011), “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepemimpinan Guru DalamPembelajaran, Karakter Kesantunan Dalam Ekspresi Nonverbal”

Argyle. (1975). Bodily Communication. New York. International University Press Birdwhistell R.L.. (1970). Kinesics and Context. Philadelphia. University of Pennsylvania Press

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, 2006, Human Communication: Konteks-konteks Komunikasi . Komunikasi Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya.. Bandung:Remaja Rosdakarya.

Foreign Affairs and International Trade Canada Web, Cultural Information- Indonesia,

https://andriaditya.wordpress.com/2007/06/21/indonesia-dan-afta/ (28 November 2020)   

https://asnugroho.wordpress.com/2006/08/31/perbandingan-budaya-indonesia-dan-jepang/                        

https://www.intercultures-global.com/ (28 November 2020)   

https://www.jp-leadcreate.com/ (28 November 2020)   

Knapp, Mark. (1972). Nonverbal Communication in Human Interaction. New York. Rinehart and Winston

Mehrabian, Albert. (1968). Physchology Today. Volume II: Commmunication Without Words.

Muhammad Handi Gunawan, S.Pd (2001) “Non-Verbal Communication: The “Silent” Cross-Cultural; Contact With Indonesians”

Naoka Maemura (2009) “A qualitative investigation of trainees’ adjustment in Japan:A case study of trainees from Indonesia, (Serial No.54) US-China Education ReviewUSA

Sakamoto, Nancy and Reyko Naotsuka. (1982). Polite Fiction: Why Japanese and Americans Seem Rude to Each Other. Kinseido

Sano Masayuki (1996)"Ibunka no Sutoratejii 50 no Ibunkateki topikku o shiten ni shite", Tokyo, Taishuukanshoten.

The Japan Fondation Survey , 2009

Veronica Boxberg Karlsson (2009) “The Smiling Report 2009 shows that the trend continues downwards”

 

 

Cttn: esai ditulis dengan minimal 1500 kata dan maksimal 3000 kata, menggunakan bahasa Inggris.



[1] Birdwhistell R.L. (1970) p.79

[2] Mehrabian, Albert (1968p. 52

[3] Knapp,(1972) P.97-98

[4] Sano Masayuki (1996) P.89

[5] Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, 2006, Human Communication: Konteks-konteks Komunikasi . Komunikasi Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya.. Bandung:Remaja Rosdakarya.hal.25

[6] Sakamoto, Nancy and Reyko Naotsuka. (1982) P.18

[7] Agus Mulyanto (2011)

[8] Muhammad Handi Gunawan, S.Pd, (2001)

[9] Sano Masayuki (1996) P.91

[10] Okada Akihito (2010)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

THE DIFFERENCES BETWEEN JAPANESE AND INDONESIAN CULTURE (ENGLISH VERSION)